Can’t you see, can’t you believe And all they say it’s true lady rose ….

Rabu, 01 April 2015

ASAL USUL TARI GANDRUNG BANYUWANGI

Tidak ada komentar :
       








        Mendengar kata ‘Gandrung’ orang akan berpikir tentang arti kata dalam bahasa indonesia, yaitu suka, tergila-gila, atau idola . Jangan salah, jika tari gandrung adalah suatu budaya titisan nenek moyang yang menyuguhkan tarian yang bisa membuat penikmat seni menjadi ‘Gandrung’ atau terpikat oleh gerakan, musik, dan para penari-penarinya. Ternyata tarian khas Banyuwangi yang pernah tampil di berbagai negara ini memiliki cerita dan sejarah yang unik .

      Oleh masyarakat Banyuwangi, kata “”Gandrung”” diartikan  sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat kota Blambangan. Tari Gandrung dipertontonkan sebagai wujud syukur atas hasil panen .

     Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, biola telah digunakan. Namun demikian, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yang bernama Marsan .

     Menurut sejumlah sumber, kelahiran Gandrung ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker. Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang (penari) sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita .
Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat .

     Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20 .

     Tari Gandrung masih satu Genre dengan beberapa tarian seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan). Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan “paju” Kesenian ini masih satu bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi .

     Sejak tahun 2000, antusiasme seniman-budayawan Dewan Kesenian Blambangan meningkat. Gandrung, dalam pandangan kelompok ini adalah kesenian yang mengandung nilai-nilai historis komunitas Using yang terus-menerus tertekan secara struktural maupun kultural. Dengan kata lain, Gandrung adalah bentuk perlawanan kebudayaan daerah masyarakat Using .

     Di sisi lain, penari gandrung tidak pernah lepas dari prasangka atau citra negatif di tengah masyarakat luas. Beberapa kelompok sosial tertentu, terutama kaum santri menilai bahwa penari Gandrung adalah perempuan yang berprofesi amat negatif dan mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, tersudut, terpinggirkan dan bahkan terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari .

      Sebagai anak bangsa yang cinta akan tanah leluhurnya, sepatutnya kita jaga kelestarian akan budaya  bangsa ini tanpa mengenal Ras dan suku. Kita adalah satu, yaitu bangsa indonesia yang Bhineka Tunggal Ika ....

Tidak ada komentar :

Posting Komentar